Rabu, 08 Oktober 2008

exPeriENCe iS tHe beST TeaCHeR

Apalah gunanya pengalaman yang banyak, pengetahuan yang luas dan kekayaan materi yang melimpah bila semuanya tak berpengaruh bagi hidup dan kehidupan kita. Lebih jelasnya pengaruh ke arah yang lebih baik dengan tolok ukur yang syar'i.
Namun begitu sering kali tanpa kita sadari semua yang pernah kita raih berlalu begitu saja seperti air yang mengalir di atas daun talas.
Dan sering kali juga kita lupa betapa kita telah berjalan jauh menempuh waktu yang panjang tanpa menyadari arah yang kita tuju.

Jumat, 26 September 2008

LURUSKAN NIAT & IKHTIAR KITA



 

UNDUUR MA QOLLA, WA LA TANDUUR MAN QOLLA”
“jangan lihat siapa yang bicara, tapi lihat apa yang dibicarakan!”

Ucapan: “Jangan lihat siapa yang bicara, tapi lihat apa yang dibicarakan!” ini bukanlah firman Allah, sabda Rasulullah ataupun kaidah ushul fiqh, sehingga kita tidak usah dipusingkan dengan ucapan tersebut.
Ucapan tadi sengaja dipopulerkan oleh orang-orang yang bermanhaj di sana senang di sini senang, sehingga mereka mengambil ilmu atau belajar dari siapa saja karena berpegang dengan ucapan tadi.
Bahkan yang benar adalah kita mengambil ilmu dari orang yang lurus manhajnya yaitu dari ahlus sunnah wal jama’ah bukan dari sembarang orang apalagi dari ahli bid’ah.

Al-Imam Ibnu Sirin mengatakan:
 
إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka hendaklah kalian melihat dari siapa kalian mengambil agama kalian.” (Muqaddimah Shahiih Muslim)

Beliau juga mengatakan: “Mereka (para shahabat dan tabi’in) pada awalnya tidaklah menanyakan tentang sanad hadits. Maka ketika terjadi fitnah (munculnya berbagai firqah sesat seperti Khawarij, Syi’ah-Rafidhah dan lainnya), mereka berkata: “Sebutkan kepada kami sanad kalian. Maka dilihat apabila datang dari ahlus sunnah maka diterima haditsnya dan apabila datang dari ahli bid’ah maka ditolak haditsnya.” (Ibid.)

Memang, kita tidak memungkiri bahwa bisa jadi setiap orang termasuk ahli bid’ah mengatakan sesuatu yang benar. Akan tetapi apakah kita menjamin bahwa mereka tidak mencampurinya dengan kebathilan? Atau mereka menyampaikannya tetapi dengan tafsiran yang salah? Atau apakah kita dapat memilah mana yang benar dan mana yang salah?

Ketika mereka menyampaikan ayat, hadits atapun ucapan para ulama, mereka ubah lafazhnya atau diselewengkan tafsirnya sesuai dengan hawa nafsu mereka?

Ketika datang ahli bid’ah kepada seorang ulama salaf, ingin menyampaikan satu kalimat atau satu ayat, maka ulama tadi mengatakan: “Tidak, walaupun setengah kata (saya tidak akan mendengarkannya).” Dan ketika ditanya: “Mengapa engkau tidak mau mendengarkan ayat yang akan dibacakannya?” Maka sang ulamapun menjawab: “Saya takut kalau dia membaca satu ayat lalu dia ubah lafazhnya dan hal ini menancap di hatiku sehingga akupun menjadi sesat karenanya.”

Tidakkah kita takut terjatuh dalam kesalahan dan penyimpangan akibat mengambil ilmu dari siapa saja? Hendaklah kita lebih berhati-hati dan waspada dalam mengambil ilmu karena ilmu ini adalah agama yang akan kita pertanggungjawabkan kepada Allah di hari kiamat nanti.

Di samping itu, kalau kita mengambil ilmu dari ahli bid’ah maka hati kita akan condong kepadanya sehingga mentolerir kesalahan dan penyimpangannya yang akhirnya lambat laun kita mengikutinya secara sempurna, yang pada awalnya kita hanya ingin mengambil kebaikannya saja, nas`alullaahas salaamah.

Apakah ahlus sunnah tidak memiliki kebaikan atau kurang kebaikannya sehingga kita harus mengambil ilmu dari ahli bid’ah?

Bukankah masih banyak ahlus sunnah yang mendakwahkan Islam berdasarkan pemahaman salafush shalih? Berhati-hatilah dalam mengambil ilmu, mudah-mudahan Allah menunjukki kita semua kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Wallaahul Muwaffiq.

Sumber :
Buletin Al-Wala’ Wal-Baro’ Edisi ke-23 Tahun ke-3 / 06 Mei 2005 M / 27 Rabi’ul Awwal 1426 H
http://adhwaus-salaf.or.id/2011/05/08/undhur-maa-qoolaa-walaa-tandhur-man-qoola/